Cerita Komarudin Sukses Budidaya Lele yang Tak Amis dengan Bioflok
Udin melakukan budidaya ikan lele dengan sistem bioflok yang diperkenalkan Menteri Susi Pudjiastuti. (Foto: Charolin Pebrianti)
Ponorogo - Peternak lele di Ponorogo ini menggunakan metode budidaya yang tak biasa, namun menghasilkan omzet yang luar biasa. Ia beternak lele di kolam bioflok.
Muhammad Komarudin (45) menjelaskan budidaya ini dilakukan di dalam kolam yang menggunakan sistem bioflok. Sistem ini diperkenalkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti sejak tahun lalu.
"Saya pakai sistem bioflok, jadi kolam saya selalu bersih, tidak bau amis. Ikannya pun begitu, tidak bau amis," tutur Komarudin saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (14/7/2018).
Bentuk kolamnya pun berbeda. "Jika umumnya kolam berbentuk kotak. Kolam saya berbentuk bulat yang dilapisi kain terpal sebagai wadah air," jelasnya.
Kolam seperti ini dinilai lebih praktis dan menghemat tempat. Untuk satu kolam ikan berbentuk bulat dengan diameter 3 meter ini mampu menampung 3-5 ribu ekor lele.
Pria yang sudah beternak lele sejak tahun 2014 ini mengaku baru beralih ke sistem bioflok kira-kira 3 tahun lalu dari baca-baca di internet.
Setelah terjun sendiri, pria yang akrab disapa Udin itu mengetahui sejumlah kelebihan yang dimiliki sistem ini. Pertama, mengapa selalu bersih? Salah satunya karena sistem pembuangan kotoran lelenya. Ia menjelaskan bahwa kotoran lele yang biasanya mengendap di bawah akan dikeluarkan lewat pipa khusus.
"Tiap sebelum dikasih pakan, pipa yang terhubung keluar kolam itu dibuka, nanti nyembur keluar air bersama kotoran. Di sisi lain, kolamnya terus ditambah air, jadi bersih tanpa nguras. Inilah yang disebut sistem bioflok," jelasnya.
Selain itu, setiap kolam juga dilengkapi dengan aerator untuk menambah pasokan udara dalam air. Menurut Udin, upaya ini juga bisa membuat ikan cepat besar.
"Pakai aerator jadi tidak perlu sering menguras air kolam yang kotor. Cukup dibuang sedikit dan ditambah air. Kolam jadi bersih lagi," tambahnya.
Tak hanya itu, air yang keluar dari pipa beserta kotoran lele dapat langsung dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Udin menambahkan keunggulan lain dari sistem bioflok adalah pakan yang diberikan. Pakan ini dicampur dengan larutan prebiotik hasil racikannya sendiri yaitu rempah-rempat seperti kunir, kencur, jahe dan temulawak.
"Jadi pelet (pakan lele, red) direndam dulu dengan cairan prebiotik ini supaya mengembang dan mengurangi jumlah konsumsi pakan secara berlebihan sekaligus membuat lele tidak berbau amis," tukasnya.
Dalam satu hari, lele dalam satu kolam bioflok milik Udin mampu menghabiskan 8-9 kg pelet yang sudah direndam larutan prebiotik. Dengan direndam dalam larutan ini, pakan lele bisa berkurang hingga 20 persen, namun ikan sudah kenyang.
Pemberian pakan lele hanya dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu di pagi hari pukul 07.00 dan malam hari sekitar pukul 19.00.
"Pemberian pakan memang harus dijadwalkan dengan berselang 12 jam. Jika tidak, lele ukurannya akan membesar karena sering diberi pakan. Kalau sudah kebesaran malah tidak laku," katanya.
Apalagi jenis lele yang dibudidayakan Udin adalah jenis sangkuriang yang didatangkan langsung dari Kediri. "Jenis sangkuriang ini lebih mudah pemeliharaannya dan cepat panen, makanya cocok untuk para peternak. Dengan bioflok, 3-4 bulan bisa dipanen karena memang tidak boleh lebih dari itu. Jika tidak, lele bakal kebesaran ukurannya," tambahnya.
Karena ukurannya yang tidak terlalu besar dan tidak amis, lele-lele hasil budidaya Udin pun mendapat hati konsumen. Tak heran jika omzet yang diraup Udin dari beternak lele mencapai Rp 18 juta dari penjualan 1,2 ton lele perbulannya.
Saat ini, warga Desa Coper, Kecamatan Jetis tersebut memiliki 24 kolam bioflok yang siap panen setiap bulan.
"Modalnya memang cukup besar. Untuk buat kolam seperti ini setidaknya butuh biaya Rp 3 juta per kolam. Tapi hasilnya juga lumayan," paparnya
Muhammad Komarudin (45) menjelaskan budidaya ini dilakukan di dalam kolam yang menggunakan sistem bioflok. Sistem ini diperkenalkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti sejak tahun lalu.
"Saya pakai sistem bioflok, jadi kolam saya selalu bersih, tidak bau amis. Ikannya pun begitu, tidak bau amis," tutur Komarudin saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (14/7/2018).
Kolam seperti ini dinilai lebih praktis dan menghemat tempat. Untuk satu kolam ikan berbentuk bulat dengan diameter 3 meter ini mampu menampung 3-5 ribu ekor lele.
Baca juga: Giliran Sumsel Panen Budidaya Lele ala Susi
|
Udin telah memiliki 24 kolam bioflok yang siap panen setiap bulan. (Foto: Charolin Pebrianti)
|
Pria yang sudah beternak lele sejak tahun 2014 ini mengaku baru beralih ke sistem bioflok kira-kira 3 tahun lalu dari baca-baca di internet.
Setelah terjun sendiri, pria yang akrab disapa Udin itu mengetahui sejumlah kelebihan yang dimiliki sistem ini. Pertama, mengapa selalu bersih? Salah satunya karena sistem pembuangan kotoran lelenya. Ia menjelaskan bahwa kotoran lele yang biasanya mengendap di bawah akan dikeluarkan lewat pipa khusus.
"Tiap sebelum dikasih pakan, pipa yang terhubung keluar kolam itu dibuka, nanti nyembur keluar air bersama kotoran. Di sisi lain, kolamnya terus ditambah air, jadi bersih tanpa nguras. Inilah yang disebut sistem bioflok," jelasnya.
Selain itu, setiap kolam juga dilengkapi dengan aerator untuk menambah pasokan udara dalam air. Menurut Udin, upaya ini juga bisa membuat ikan cepat besar.
"Pakai aerator jadi tidak perlu sering menguras air kolam yang kotor. Cukup dibuang sedikit dan ditambah air. Kolam jadi bersih lagi," tambahnya.
Tak hanya itu, air yang keluar dari pipa beserta kotoran lele dapat langsung dimanfaatkan menjadi pupuk organik.
Udin menambahkan keunggulan lain dari sistem bioflok adalah pakan yang diberikan. Pakan ini dicampur dengan larutan prebiotik hasil racikannya sendiri yaitu rempah-rempat seperti kunir, kencur, jahe dan temulawak.
"Jadi pelet (pakan lele, red) direndam dulu dengan cairan prebiotik ini supaya mengembang dan mengurangi jumlah konsumsi pakan secara berlebihan sekaligus membuat lele tidak berbau amis," tukasnya.
Dalam satu hari, lele dalam satu kolam bioflok milik Udin mampu menghabiskan 8-9 kg pelet yang sudah direndam larutan prebiotik. Dengan direndam dalam larutan ini, pakan lele bisa berkurang hingga 20 persen, namun ikan sudah kenyang.
Pemberian pakan lele hanya dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu di pagi hari pukul 07.00 dan malam hari sekitar pukul 19.00.
"Pemberian pakan memang harus dijadwalkan dengan berselang 12 jam. Jika tidak, lele ukurannya akan membesar karena sering diberi pakan. Kalau sudah kebesaran malah tidak laku," katanya.
Udin memberi pakan lele-lelenya. (Foto: Charolin Pebrianti)
|
Apalagi jenis lele yang dibudidayakan Udin adalah jenis sangkuriang yang didatangkan langsung dari Kediri. "Jenis sangkuriang ini lebih mudah pemeliharaannya dan cepat panen, makanya cocok untuk para peternak. Dengan bioflok, 3-4 bulan bisa dipanen karena memang tidak boleh lebih dari itu. Jika tidak, lele bakal kebesaran ukurannya," tambahnya.
Karena ukurannya yang tidak terlalu besar dan tidak amis, lele-lele hasil budidaya Udin pun mendapat hati konsumen. Tak heran jika omzet yang diraup Udin dari beternak lele mencapai Rp 18 juta dari penjualan 1,2 ton lele perbulannya.
Saat ini, warga Desa Coper, Kecamatan Jetis tersebut memiliki 24 kolam bioflok yang siap panen setiap bulan.
"Modalnya memang cukup besar. Untuk buat kolam seperti ini setidaknya butuh biaya Rp 3 juta per kolam. Tapi hasilnya juga lumayan," paparnya
0 Comments:
Post a Comment